Sebuah diari yang dirangkai oleh:
Alif (bukan Alifah, bukan pula Alifya)
(Salah seorang anggota FLP Yogyakarta yang cukup aneh.)
-=-=-=-=-=-=-=-=-=-=
"It began in the future. A scientist turning to evil, a time machine called TRAX, beings who vanish and a lawman with a mission. He has one weapon and a computer named SELMA."
SELMA: "Good morning, Captain Lambert."
"With them he will travel to a time more innocent than his own. Now he is among us. A special breed of man, a hunter, traveling through our world searching for fugitives from his own, knowing he can not go home until he has found them all. His name is Darien Lambert and this is his story."
Monolog di atas adalah narasi pembuka dari salah satu serial favoritku saat masih SD (sekitar 13 tahun yang lalu), yaitu "Time Trax". Ada sebuah lagu tentang Time Trax yang dilantunkan oleh Iwa K. Wah, masih kecil sukanya film begituan! Memang, _science fiction_ akan selalu menarik untuk diikuti kisahnya.
Serial ini mengisahkan tentang seorang detektif, Kapten Darien Lambert, yang mengejar ratusan buronan yang kabur ke masa lalu untuk dipulangkan ke tahun 2193. Ia datang ke tahun 1993 dengan berbekal sebuah senjata yang wujudnya mirip _remote controller_ alarm mobil dan sebuah (baca: seorang) komputer berupa kartu kredit.
Target utama pengejaran tersebut adalah Dr. Mordecai Sahmbi, sang pembuat mesin waktu "TRAX". Beliau adalah seorang doktor MIT (Bukan Master of Information Tech. GadjahMada Univ. lho, melainkan Massachusetts Institute of Tech. Hehe..) peraih Nobel Fisika untuk teori mengenai perpindahan partikel jarak jauh.
Di masa lalu, para buronan tersebut ada yang tetap menjadi orang jahat dan ada yang insaf. Bahkan ada yang menjadi polisi yang benar-benar melayani dan melindungi.
Eh, bentar. Kok malah ngomongin soal pilem?! Harusnya tentang PDKT-6 di Wisma Merbabu (WM) Kaliurang! Kalau gitu, mari keluar dari The Matrix dan kita Back to The Future.
-=-
Kisah ini kuawali dari komunikasi dengan salah seorang Tim Kaderisasi via pesan singkat (yang memakai ponsel itu lho). Kalau diterjemahkan, kira-kira seperti ini:
"De', kapan kakak bisa dapat data anggota baru? Rabu jam 00 (nol-nol, red) sudah harus bisa diakses lho."
"Besok bisa diambil di forum. O ya, tak tulis tangan gak pa-pa ya? Printer lagi gak ada tintanya. Hee..."
Selasa sore aku berangkat ke forum non fiksi di tempat biasanya (Kantor Pusat UGM sayap selatan). Aku tiba di sana hampir bersamaan dengan kang Aceng.
"Kok sepi, hari ini ada forum nggak sih?"
"Pulang saja yuk."
Beberapa kali kami mendapati kondisi semacam itu. Setelah Kaderisasi membuat kurikulum baru untuk teman-teman angkatan ke-6, semoga forum non fiksi dan fiksi nantinya kembali semarak seperti sedia kala.
Kami tetap bertahan di sana sambil menunggu entah apa yang ditunggu. Beberapa waktu terakhir ini kalau bertemu, sepertinya kang Aceng selalu menanyakan pertanyaan yang cukup sensitif bagiku. Mungkin aku juga sering mengajukan pertanyaan yang sensitif bagi teman-teman yang sudah lulus.
"Sudah melamar siapa saja nih? Eh, maksudnya melamar ke mana saja?"
Kalau bertanya kepada teman putri, pertanyaan usil di atas dirubah ke bentuk pasif.
"Sudah melamar ke mana, mbak? Atau malah dilamar siapa?"
Kemudian ada beberapa teman (bukan dari kelompok non fiksi) yang datang. Data anggota baru dari Kaderisasi tetap kutunggu dengan setia.
(ciyee...)
Dan yang kutunggu pun datang. Kuterima data anggota baru tersebut dan data untuk verifikasinya. Ia segera pergi karena sudah ditunggu oleh ayahnya (sepertinya sih). Setelah aku cek, ternyata terjadi kegagalan dalam proses verifikasi. Mungkin karena terjadi gangguan saat proses transfer data dari Penyeleksi ke Kaderisasi. Gangguan memang bisa terjadi saat _traffic_ sangat tinggi, koneksi _down_, atau karena data melewati jalur komunikasi yang tidak _secure_. (Nggak ada hubungannya!)
Menjelang Maghrib kami membubarkan diri dari forum non fiksi yang tidak jadi kami buka. Selepas sholat Maghrib di masjid Al Mujahidin UNY aku _log in_ ke markas Tim Penyeleksi untuk mem-verifikasi ulang data anggota baru. Proses verifikasi berlangsung hingga jam 1/2 9 malam. Setelah _log out_ dari markas Penyeleksi aku langsung _log in_ ke situs FLP Yogyakarta karena hari sudah malam sehingga aku tidak bisa pergi jauh ke _home directory_ (rumah kos, red) terlebih dahulu.
Akhirnya selesai juga pemasangan data anggota baru di situs FLP Yogyakarta yang diatur sedemikian rupa sehingga data tersebut bisa dibaca mulai tanggal 15 Shafar 1427 (15 Maret 2006) pukul 00.01 UTC+7.
Kita punya teman baru!
Betapa bahagianya
Punya banyak teman
Betapa senangnya
Betapa bahagianya
Dapat saling menyayangi
(Sherina, "Persahabatan")
Bagi teman-teman yang belum menjadi bagian dari keluarga FLP Yogyakarta, tetaplah berjuang, berkarya, berjihad dengan pena.
Berakit ke hulu, berenanglah ke tepian
Masa depanmu t'lah luas membentang
Kegagalan bukanlah sebagai penghalang
Jangan sampai kau sesali
Kar'na waktu tak kembali
Bersakit dahulu, bersenanglah kemudian
Hari esok akan tiba menjelang
Kegagalan bukanlah sebagai penghalang
Mari maju, kejarlah citamu
(Sherina, "Click-clock")
-=-
Aku tiba di Masjid Kampus UGM (Maskam) pukul 06.33, di sana sudah ada Rif'an dan adiknya yang menjadi anggota baru. Asli, ini bukan nepotisme! Juga ada La Aziz yang dari Papua. Tak berapa lama, datanglah teh Riani FLP Bandung.
"Maaf. Kemarin kan pengumuman hasil seleksi CPNS, dan saya diterima. Saya harus mengurus berbagai kelengkapan untuk itu, dimulai dari Sardjito jam 8 pagi ini. Tadi malam saya juga ngobrol dengan suami tentang kegiatan FLP ini. Ternyata beliau tidak mengizinkan saya menginap. Jadi gimana?"
Karena tidak memiliki kewenangan memberi izin, maka kuminta ia untuk menunggu panitia yang lain. Namun kusarankan untuk mengambil prioritas yang tepat, yaitu tidak perlu mengikuti kegiatan di Kaliurang. Sambil menunggu peserta dan panitia yang lain, ia pergi ke wartel untuk menelepon suaminya dan kembali lagi ke Maskam. Jalan kaki lho!
Pukul 06.46 Rif'an memulai _briefing_ bagi peserta yang telah hadir di sana dengan ditambah beberapa kegiatan sambil menunggu bus dan peserta yang belum hadir.
Saat bus bersiap berangkat menuju Kaliurang, ada Gerimis Malam yang datang di pagi hari. (Lho??)
"Gerimis Malam, kenapa dikau datang saat ini?"
"Maaf sahabatku, tadi malam daku tidak menemanimu berayun di TK depan
kastilmu. Kali ini pun daku hanya mengawal Sang Hujan. Oya, tahukah
dikau kalau Putri Jendela juga ingin bermain ayunan di sana?
Sahabatku, sekali lagi maaf, sekarang daku harus pergi karena Sang
Hujan telah datang."
Bresss...
Kami tahu apa yang harus kami lakukan. Kami berangkat menerjang hujan.
-=-
Sesampainya di WM aku mulai mempelajari kamera milik Bunda Kun yang baru saja aku pinjam. Seperti biasanya, di FLP Yogyakarta diriku adalah sebagai tukang poto karena aku tidak suka difoto. Aku teringat percakapan dengan Rulli saat PDKT-5 yang lalu.
"Pak, pas usung-usung iki mau mbok poto ora?"
"Ora. Aku melu ngangkat barang je."
Tukang poto yang baik itu tidak berperasaan, terlebih lagi untuk kamerawan yang mengambil gambar bergerak. Ia tidak boleh terlibat langsung dalam momen yang seharusnya menjadi objek. Jika ikut terlibat, ia bisa kehilangan kesempatan untuk mengambil gambar eksklusif. Misal saat ada perampokan, bencana alam, ataupun kecelakaan lalu lintas.
Namun, aku ini orangnya nggak tegaan je. Piye, Rul?
-=-
Setingnya langsung ke malam hari saja ya, Di (=Diari, red). Dari pagi hingga sore sudah standar, aku mengambil beberapa gambar. Sepertinya tiada yang menarik, atau mungkin yang menarik sudah terlupakan?
Selepas Isya' aku dan Rois turun dengan 2 sepeda motor untuk menjemput Desi karena sahabatnya, Si BMW (Bebek Merah Warnanya), ngambeg tidak mau diajak naik ke Kaliurang. Si BMW bobo' di rumah salah seorang warga di bilangan Kaliurang km 19. Kemudian kami bertiga naik ke Kaliurang. Mungkin sudah menjadi kebiasaan teman-teman putri saat berkendara, aku dan Rois sempat kesulitan untuk mengejar Desi yang melaju di depan.
Tak berselang lama, kami tiba di WM. Lho kok sepi, katanya pada bakar-bakaran? Terus siapa yang jaga wisma? Kalau wismanya hilang, gimana hayo? Kulihat ponsel, rupanya ada pesan masuk, "Kak Alif ke api unggun! Dokumentasi gitu loh." Aduh, lokasi api unggunnya di mana coba? Kemudian aku masuk untuk meletakkan jaket. Ternyata di dalam ada Imam dan Risang. Wah, kalau wismanya benar-benar hilang, mereka berdua bisa ikut hilang juga!
Desi dan Rois bermaksud pergi ke api unggun karena Rois tahu lokasinya. Lalu kuambil kamera dan ikut bersama mereka meninggalkan Imam dan Risang yang tetap berada di wisma.
Di lokasi api unggun sedang ada pengenalan para pengurus pada anggota baru. Aku berkeliling mencari sudut yang cocok untuk mengambil gambar. Saat aku menaiki bukit, terdengar suara Zen mengenalkan diriku. Namun ia membuatku khawatir.
"... Teknik Elektro UGM angkatan ..."
Oh, tidaaa...k!!!
Apa yang akan diucapkannya?! Semoga aku tidak jatuh tersungkur dan terguling dari bukit ini.
Untunglah yang ia katakan membuatku lega. Sampai kini aku belum tahu pasti apa yang membuat Zen mengucapkan kata-kata yang cukup melegakanku. Saat itu (hingga kini) aku menduga karena ada "petunjuk" dari kang Aceng.
Janganlah sedih
Janganlah resah
Jangan terlalu cepat berprasangka
Janganlah gundah
Janganlah resah
Lihat segalanya lebih dekat
Dan kau bisa menilai lebih bijaksana
Mengapa bintang bersinar
Mengapa air mengalir
Mengapa dunia berputar
Lihat s'galanya lebih dekat
Dan kau akan mengerti
(Sherina, "Lihatlah Lebih Dekat")
Setelah acara di lokasi api unggun selesai, aku bergegas kembali ke wisma mengambil objek yang menarik sebelum para peserta berkumpul di aula untuk mengikuti sesi selanjutnya. Kudapatkan ruang kosong dari para peserta, peserta bergilir masuk aula, hingga peserta telah siap di aula. Karena bagian tengah ruangan harus dikosongkan, tempat duduk menjadi terlihat cukup penuh, terutama di barisan peserta putra, sehingga akan terasa nyaman jika aku keluar saja.
Aku, Rois, dan Pitra berkumpul di ruang tamu. Sepi. Sepertinya panitia yang lain ada di dalam aula. Hingga terjadi sebuah "insiden kecil", salah seorang peserta keluar dari aula, melintasi kami, dan terus berjalan keluar.
"Pitra, tolong dia dikejar! Jangan sampai hilang."
Untung saat itu ada Pitra. Kalau tidak, masa' aku dan Rois yang mengejarnya? Kan berbahaya. Hehe.. Aku mencoba memanggil Ulfah untuk membantu Pitra, namun situasi di dalam tidak memungkinkan jika aku menyela masuk atau memanggilnya dari luar. Aku cuma mondar-mandir dari kursi ke pintu, dari pintu ke kursi, berharap Ulfah mendengar kata hatiku kemudian keluar aula. Akhirnya dia keluar juga dan situasi dapat kembali terkendali.
Beberapa waktu kemudian bapak pemilik wisma datang.
"Maaf, mas. Nanti ada yang menjaga motor di sini atau tidak, ya? Kalau tidak ada, sebaiknya motor diparkir di belakang saja, di depan rumah saya."
"Wonten, Pak. Mangkih wonten ingkang tilem njawi mriki."
"O, nggih sampun. Namung ngengetaken mawon."
"Injih. Matur suwun nggih, Pak."
Aku dan Rois kembali ngobrol entah apa yang dibicarakan saat itu. Beberapa waktu sebelum acara di aula berakhir, Ayu' keluar untuk menyiapkan makanan ringan. Asyik, bisa diusilin nih.
Ayu' membagi makanan ke beberapa piring kertas yang mungil. Kami tidak tega jika hanya berdiam diri. Maka kami pun membantunya dan... mencicipi makanan tersebut! Piring digoyang-goyang, saat ada yang jatuh, "Yang ini terlalu banyak nih." Kemudian yang terjatuh diambil dan dimakan. Iseng banget nggak sih?!
Ternyata Ayu' masih memiliki satu jenis makanan yang akan disajikan. Namun ia bingung bagaimana atau kapan penyajiannya. Setelah menimbang dan mengingat beberapa hal, maka kami memutuskan untuk menawarkan terlebih dahulu kepada teman-teman (peserta dan panitia) yang lain apakah mereka bersedia menikmatinya atau tidak. Makanan yang dimaksud adalah roti bakar.
Setelah acara selesai, piring-piring mungil tadi kami masukkan ke aula. Dan ternyata teman-teman menginginkan roti bakar. Kemudian Ayu' menyiapkan perlengkapan dan peralatan untuk membakarnya. (???)
Jantung berdegup kencang. Salah obat, makanan, minuman, atau kenapa?
Ah, biarlah...
Malam itu diakhiri dengan evaluasi panitia mengenai kegiatan hari pertama dan sedikit persiapan untuk esok pagi. Evaluasi berakhir setelah melintasi pergantian hari. Dan kami bersiap untuk tidur.
Kang Aceng, Rois, dan Imam berniat tidur di teras yang dingin.
Kumatikan lampu aula, kubuka gorden, kuangkat kursi ke balik jendela, kucoba tidur di atas kursi, menerawang menembus kaca jendela.
Berkereta rembulan
Menghitung bintang-bintang
Cahayamu bagai lentera
Menerangi harapan
Duduk di atas bulan
Terbang jauh ke awan
'Kan kucari arah yang pasti
Arungi kehidupan
Kulihat semua sungguh indah
Alam berseri
Semesta menyanyi
Oh, damai bahagia
Terasa dalam hati
Tiada lagi sedih
Tiada lagi sepi
Berkereta rembulan
Menghitung bintang-bintang
Hari esok pasti kujelang
Tanpa ragu atau bimbang
(Sherina, "Aku dan Rembulan")
Entah jam berapa, aku pindah ke tikar, berbaring di bawah.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Aku terlelap...
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Aku masih tidur...
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Aku belum terbangun...
akhi, hubungannya isi dengan judul apa? afwan
ReplyDeleteBegini. Waktu itu di tempat kami sedang seru-serunya membahas komitmen untuk berdisiplin dalam menepati waktu. Setiap ada keterlambatan, biasanya muncul sitiran, "Wah, nggak profesional nih!"
ReplyDeleteNah, yang ingin saya sampaikan melalui diari ini adalah mengenai ketepatan waktu tersebut. Juga mengenai kedisiplinan yang lain dalam usaha memenuhi suatu komitmen bersama. Begitu...
Hello salam kenal dari teman2 di FLP Bekasi ya! Trims,
ReplyDeletehyy..
ReplyDeletekapan ne ungu mo manggung lagi di palembang??
mana album baru na??
keluarin dong...
pasha ko mkn gnteng sich??
cool lagi...
reply:
gubraggg!!!
~!@#$%^&*Rp